
Aku adalah seorang
gadis muda, sama sepertimu.
Usiaku bahkan boleh jadisedikit lebih tua dibandingkan usiamu. Tapi, pengalaman
dan perjalanan hidup kita, tentu tak sama.
Maka ijinkan aku untuk berbagi denganmu.
Berbagi, sebab aku adalah saudarimu. Aku mencintai kebaikan, dan aku ingin
kalian juga mendapatkan kebaikan itu.
Wahai saudariku...
Sesungguhnya kita ini adalah tulang rusuk yang hilang. Di luar sana, di balik
tabir waktu dan tempat, berjajar arjuna tengah menunggu kita.
Mereka mencari tulang rusuk mereka yang hilang. Maka persiapkan diri kita
dengan sebaik mungkin, agar kita dapat menemukan tempat bersandar yang tepat.
Aku pun sama sepertimu, wahai gadis-gadis muda, sebab aku adalah bagian dari
kalian. Aku belum menikah. Dan aku masih menjalani statusku sebagai seorang
anak-anak yang tumbuh dan tengah mencari hakikat kebenaran dan kehidupan. I'm
single. Sama sepertimu.
Aku masih bebas bergerak, kesana-kemari mencari apa yang sedang kucari. Di
belakangku, belum ada teriakan-teriakan dan jerit tangis anak-anak. Belum ada
protes suami sebab aku tak bisa memasak dan lebih suka duduk di depan
komputerku.
Ya.aku masih bebas menjadi diriku sendiri. Wahai saudariku, Kita adalah gadis
muda. Waktu kita masih sangat panjang untuk mencari kebenaran dan jati diri.
Usia kita saat ini, adalah usia yang sangat produktif untuk melahirkan
karya-karya besar yang spektakuler. Kita masih sangat enerjik, penuh semangat,
dan kemampuan kita masih berada di atas rata-rata.
Untuk menyerap setiap ilmu, kita masih sangat sanggup melakukannya dengan baik.
Untuk pergi ke majlis-majlis ilmu, kita masih dapat melakukannya dengan
bebas.Sebab belum ada tuntutan-tuntutan bagi kita untuk diam di rumah, mengurus
anak dan suami. Kita masih bisa menjadi diri sendiri. Dan kita bertanggungjawab
atas diri kita sendiri.
Kenapa kita tidak memanfaatkannya dengan baik, wahai saudariku?
Waktu yang berharga ini adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah pada
kita, untuk membenahi diri, mematangkan diri, serta menimba ilmu
sebanyak-banyaknya.
Kau tahu kenapa?
Karena kita adalah calon ibu. Dari rahim kitalah, lahir generasi-generasi
penerus ummat ini. Jika kita adalah bibit yang baik, maka anak-anak kita, insya
Allah akan menjadi generasi-generasi yang baik.
Kitalah yang akan mendidik anak-anak kita dalam madrasah keibuan kita. Apakah
engkau ridha, melepas anak-anakmu dalam didikan orang lain? Tapi, bagaimana
jika kau melepasnya pada sekolah-sekolah yang mengajarkan sekulerisme dan
liberalisme seperti negeri kita?
Aku yakin kau takkan ridha, Saudariku.Kau pasti takkan ridha anakmu dididik
oleh orang lain. Kita laksana lembaga pendidikan. Jika kita mempersiapkan diri
dengan baik, maka akan lahirlah pribadi-pribadi yang kuat dan tangguh.
Kita adalah guru di atas segala guru yang utama. maka relakah diri kita, jika
posisi mulia kita direbut oleh orang lain?
Sungguh, tak ada salahnya dengan pernikahan dini. Tak ada salahnya, jika engkau
memilih untuk menikah di usiamu yang
terhitung sangat muda ini. Aku yakin, masing-masing dari kalian tentu memiliki
alasan tersendiri untuk memutuskan hal tersebut.
Tapi, ijinkan aku mengungkapkan sebuah isi hati.
Sesungguhnya, ukhti. Pernikahan tak bisa dibayangkan dengan segala sesuatu yang
indah.
Pernikahan adalah sebuah perkara yang membutuhkan kematangan serta persiapan
yang tak sepele. Kutemukan pernikahan-pernikahan ikhwan dan akhwat, yang mana
mereka memutuskan untuk menikah muda, melepaskan studi dan bangku kuliah
mereka.
Tak sedikit di antara mereka yang menentang orangtua hanya demi meluluskan
keinginan mereka. Mereka pun memiliki pemikiran yang sama denganku; mereka
dapat terus belajar meski telah hidup berumahtangga. Tapi, apa yang kulihat
dari mereka, Saudariku?
Hanya sedikit yang benar-benar dapat merealisasikan prinsip itu. Sungguh,
bagiku semua itu ternyata memang hanya teori. Pada implementasinya, tetap tak
bisa sempurna! Mereka akan disibukkan dengan urusan rumahtangga yang tak
sepele. Jerit tangis anak-anak, tuntutan suami, ah.
Mereka tak bisa lagi berkonsentrasi untuk memperdalam diin. Sebab, perhatian
mereka terbagi-bagi. Mereka tak bisa memfokuskan diri di majlis-majlis taklim,
sebab anak-anak mereka berlarian sampai ke jalan dan menjerit-jerit. Kulihat
banyak anak-anak mereka yang akhirnya tak terawat dengan baik. Mereka kurang
ilmu dalam mendidik anak.
Bagaimana mengatasi kebandelan-kebandelan anak-anak, mereka tidak tahu. Bahkan,
parahnya, bagaimana menggendong dan merawat bayi saja, banyak di antara mereka
yang tidak bisa melakukannya dengan baik!
Dan ketika ada kerikil kecil `menyandung' bahtera mereka, apa yang terjadi?
Mereka menyelesaikannya bukan dengan kembali pada al-qur'an dan sunnah. Mereka
tidak merujuk kepada ilmu. Mereka tidak menyelesaikannya dengan
bijaksana.
Mereka banyak terbawa emosi, sebab mereka belum memiliki kematangan emosi dan
kedewasaan. Pertengkaran mereka bahkan sampai pada tetangga dan dibicarakan
dalam majlis-majlis. Buntutnya, perceraian dan perebutan anak!
Na'udzubillahi min dzaalik! Barulah aku sadar, pernikahan memang tak bisa
diburu-buru. Kedewasaan memang berjalan seiring dengan waktu, Sahabatku.
Seiring pula dengan tanggungjawab yang akan kau emban. Tapi, sungguh.Jika
engkau hanya mematok pada kedua hal itu, kutakutkan engkau salah jalan. Usia
tak menjamin kedewasaan seseorang.
Demi Allah, ukhti.Aku tidak bermaksud membujukmu atau menghasutmu untuk tidak
menikah. Na'udzubillah.Ini adalah sebuah pelajaran, agar kita dapat mengambil
ibrah, serta berusaha untuk menjadi lebih baik.
Sesungguhnya, pernikahan tak hanya sebatas menikahnya dirimu dengan suamimu.
Namun pernikahan adalah menikahnya dua keluarga yang tentunya memiliki banyak
perbedaan.
Akan ada banyak tuntutan bagimu. Ketika kau masuk dalam keluarga suamimu, kau
dituntut untuk bisa beradaptasi dan menerima aturan-aturan dalam keluarganya.
Kau dituntut untuk bisa bersikap baik pada mertua dan saudara-saudara
suamimu.
Jika mereka orang-orang yang baik dan hanif, tentu kau akan mudah bergabung
bersama-sama mereka. Tapi, jika kenyataannya, salah seorang di antara mereka
tidak menyukaimu, tidak menyukai jilbab dan gamismu, mereka berusaha
menyulut peperangan di antara kalian, sudah sanggupkah dirimu mengatasi dan
mencari solusinya?
Karena itulah, Ukhti.Kita butuh banyak ilmu untuk mengarah ke sana. Kita harus
bisa menjadi seorang yang cerdas dan bijaksana. Agar jika kita diuji dengan
sebuah masalah, kita akan tetap bisa tegar. Kita tidak mengumbarnya dengan
mendatangi majlis-majlis para peghibah. Membocorkan aib keluarga suami dengan
kedok `curhat'.
Karena itulah, Ukhti fillah.Jangan pernah terburu-buru mengambil jalan pintas!
Sebab pernikahan bukan ajang coba-coba dan tempat pelarian masalah. Justru di
sanalah engkau akan menemukan permasalahan yang jauh lebih besar
dan berat!
Jika masalah yang kecil saja belum dapat kau selesaikan dengan baik, maka
jangan pernah mencoba untuk mengambil yang lebih besar!
Persiapkanlah dirimu mulai dari sekarang. Agar kelak kau dapat menjalankannya
dengan lebih mudah. Jika saat ini engkau menggunakan kesempatanmu dengan
sebaik-baiknya, maka kelak jika engkau telah menikah, engkau tidak akan
bersusah payah lagi.
Engkau akan dengan ringan menyelesaikan semua permasalahanmu dengan ilmu
yang telah kau dapat.
Ingatlah baik-baik, Ukhti.Pernikahan tak bisa hanya digawangi dengan cinta.
Bisa apa cinta? Jika cinta ingin pergi, maka ia akan pergi tanpa pamit padamu.
Tapi, jika kau menggawanginya dengan ilmu dan kefaqihan dalam diin, serta kematangan
emosi, maka yakinlah.Allah akan pertemukan dirimu dengan suamimu di surga
nanti.
Sesungguhnya kokoh atau rapuhnya sebuah rumah tangga, berada dalam genggaman
wanita.
Jika ia tegar, kokoh, dan kuat, maka ia sanggup mempertahankan rumah tangganya
dengan baik.
Apapun badai yg datang padanya. Tapi, jika ia lemah dan rapuh.maka tiadalah
cinta dan bahagia.
Maka jadilah seorang wanita yang kokoh dan kuat, Saudariku! Agar kau dapat
mempertahankan rumahtanggamu kelak.
Maka renungkanlah wasiat ini baik-baik, Saudariku. Kudoakan semoga Allah
menunjukimu jalan yang lurus dan memberikan untukmu seseorang yang terbaik
dalam kehidupanmu.aamiin.